Ramainya tanggapan publik tentang pelarangan Gojek oleh Menhub dan terkesan direstuinya Gojek oleh Presiden dan Gubernur Jakarta, membuat saya ingat analisis Kurawa beberapa bulan lalu tentang potensi dan masa depan Gojek. Pelarangan di Ibu Kota yang ramai satu Indonesia.
Saya sepemikiran dengan beliau. Gojek punya potensi membahayakan kedepannya. Legalisasinya perlu dipikirkan matang-matang. Gojek selama ini terkesan direstui secara jangka pendek mampu mengurangi derita kemacetan Jakarta karena pembangunan MRT dan pertumbuhan mobil pribadi. Gojek jadi harapan mempercepat perjalanan.
Melihat dari sisi yang berbeda, bisnis seperti Gojek menimbulkan pertumbuhan baru sepeda motor yang diojekkan. Di Jakarta ada 300 sopir Gojek baru per harinya. Dengan asumsi itu maka setahun akan ada 100 ribu lebih profesi ojek di Jakarta muncul. Ini baru dari Gojek, kalau nanti ada 5 perusahaan sejenis Gojek, terbayang warna-warni jaket ojek di jalanan Jakarta?
Jika profesi tukang ojek sudah membesar seperti yangg diilustrasikan, semisal nanti MRT dan busway bagus jadi, apakah tidak sulit ditertibkan? Belajar dari kasus becak dan bajaj di Jakarta dulu, begitu direstui oleh pemerintah sangat sulit untuk dihapuskan.
Seharusnya jika memang direstui, harus ada aturan pembatasan di badan usahanya (bukan UU), mirip seperti angkot. Ada kuota maksimal kepemilikan armada. Jangan dibiarkan membesar tanpa kendali agar DKI Jakarta tidak menjadi provinsi dengan populasi ojek sepeda motor terbanyak di dunia, nanti pedestrian sampai jembatan penyebrangan direbut sepeda motor.